Laman

Minggu, 12 Februari 2012

DALAM KAJIAN INI SAYA AKAN MENYUGUHKAN SEDIKIT TENTANG
MATERI PEMBELAJARAN BAHASA



MEMEAHAMI INTI WACANA DARI PENALARAN


Pada dasarnya ada 2 macam  penalaran karangan
1.Penalaran induktif
penalaran induktif yaitu proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasandukungan dan pembuktian contoh dan diakhiri kesimpulan umum yang merupakan inti wacana atau gagasan utama.
penalaran induktif dibagi menjadi 3 macam yakni generalisasi,analogi, dan sebab akibat.
a.generalisasi
generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala (data) yang bersifat khususatau yang sejenis dan diakhiri kesimpulan yang bersifat umum.
b.analogi
analogi adalahproses penalaran berdasarkan pengamatan ter hadap gejala khusus dengan membandingkan suaru objeksampai kesimpulan beraku umum.
c. sebab akibat
sebabakibat adalahproses penalaran berdasarkan hubungan sebat akibat atu akibat sebab.

2. penalaran deduktif

penalaran deduktif adalah prosesberfikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, dan diakhiri dengan fakta atu sikap yang berprilaku khusus.


KOSAKATA
1. makna konotasi dan denotasi
a. makna denotasi.
makna denotasi adalahmakna kata atu kelompok akata yang didasarkan atas penunjukan yanglugas pada sesuatu diluar bahasa atau yang didasarkan ataskonvensi tertentu dan bersifat objektif.
contoh
selama dua hari ia menggayuh bahtera dilaut lepas
bahtera >perahu atau kapal
b. makna konotasi.
tautan pikiran yang memiliki nilai rasapada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata,makana yang ditambahkan pada makna denotasi.
contoh.
selamat menggayuh bahtera kehidupan
bahtera>kehidupan berumah tangga


2.perubahan makna kata
a. perluasan makna ( generalisasi)
yaitu suatu proses perubahan makna kata dari yang khusus ke yang lebih umum atau dari yang lebih sempit ke yang lebih luas
conytoh
kata bapak dulu bermakana ayah sekarang semua orang yang lebih tinggi ke dudukanya disebut bapak.


b.penyempitan makana.(sepeialisasi)
yaitu pross penyempitan makana kata
contoh
kata sarjana dulu bermakana cndikiawan sekarang gelar kesarjanaan.


c. ameliorasi
yaitu makna yang baru dianggap lebih baikdaripada makana yang lama.
contoh
kata istri dianggap lebih dibandingkan dengan bini

d.peyorasi.
yaitu perubahan makna lebih buruk dibandingkan makna sebelumnya.
contoh
kata cerai lebihkasar dibandingkan kata talak
e. sinestisia
yaitu perubahan makaa kata karena pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda.
contoh
kata katamau sungguh sanat pedas untuk didengar.
kata pedas seharusnya ditanggapi oleh indra perasatetapi justru ditanggepi oleh indra pendengaran.
 


f.asosiasi


yaitu perubahan makana kata karena akibat persamaan sifat.
contoh
ia memberi amplop pada petugas sehingga urusanya cepat selesai.
kata amplop berasosiasi dengan sogokatu suap


sekian dulu lain kali disambung lagi 
materi ini diambila dari buku.........(spm oleh husin.eni rita zahra. penerbit erlangga)  







Jumat, 10 Februari 2012

skripsi ragambahasa transaksi jual beli di pasar tradisional

Nah sekarang saya sajikan tentang sekripsi ragam bahasa transaksi jual beli dipasar tradisional.
maaf loh kalu belum sempurna saya juga masih belajar.silahkan dibuat sempurna asalakan jangan dirusak.Semoga dengan adanya sekripsi ini bisa menjadi motifasi agar bahasa indonesia tidak rusak dan hilang. perbedan bahasa daerah jangan sampai merusak citra bahasa indonesia yang fungsinya sebagai komunikasi pemersatu bangsa........
manga sok ditingali...... 




 
RAGAM BAHASA KOMUNIKASI JUAL BELI KAMBING
  DI PASAR TRADISIONAL KARANG PUCUNG KAB. CILACAP
(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)



                                                                     SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai gelar sarjana strata satu (S-1)


                                                                               Oleh
                                                                     RISDIYANTO
                                                                       0601040002



                           



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010


 
MOTTO

 
 

Berkacalah kepada pengalaman dan pandanglah ke depan untuk menyambut hari esok yang lebih baik.
Sebuah mimpi bukanlah sebuah khayalan belaka adanya keinginan yang kuat mengubah segalanya.
Apabila seseorang menanam padi maka akan tumbuh pohon padi dan akan memanen padi itu lebih banyak asal mau merawat dan memupuknya dan apabila seseorang itu menanam pohon berduri maka tumbuhlah pohon berduri itu dan buahnya berupa duri-duri yang makin banyak




 

 
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
  1. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan semangggat, terimakasih  atas kasih sayang yang telah diberikan, terimakasih dukungan dan doanya untuk sebuah kesuksesan.
  2. Semua keluarga tercinta terutama buat Om yang telah memberikan semangggat dalm menyelesaikan skripsi ini.
  3. Buat Istri dan Anak saya yang selalu memberi dukungan serta kasih sayang  yang membuat saya semangggat untuk menyelesaikan skripsi ini.
  4. Teman-teman PBSID 2006 satu perjuangan yang selalu membuat saya bahagia yang membuat hari-hari saya selalu dalam kebahagiaan, terimakasih atas kebersamaanya.

 

 
KATA PENGANTAR

Asalamu ‘alaikum wr. wb.
Puji sukur penulis panjatkan ke hadirat allah SWT atas limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastara Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiah Purwokerto. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1        Drs. H. Kuntoro, M.Hum. Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran sudah mengarahkan, membimbing, dan memberikan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2        Dra. Siti Fathonah, M.Hum. Pembimbing II yang telah mengarahkan, memberikan saran dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3        Dewan pengguji skripsi Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiayah Purwokerto.
4        Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga niat baik dari semua pihak mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa, sastra Indonesia dan daerah pada umumnya.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
      Purwoketo, 27  Februari 2010
                 
                    Penulis 



Abstract


 
This Skripsi entitle The Variety of Communication Language of Goat Trading In Karangpucung Traditional Market In Cilacap Regency (Sociolinguistic Review) including form of seller say and buyer of transaction language in variety goat trading language in Karangpucung Traditional Market in Cilacap regency, storey say which used seller and buyer goat in Karangpucung Traditional Market in Cilacap regency. Register  goat trading in Karangpucung Traditional Market  in Cilacap regency.
Methodologies in this research include research type, place research of data source data covering data which in the form event say between buyer and seller in event communications of trading. Data source that is say doing transaction of trading in Karangpucung Traditional Market in Cilacap regency. Method which used in this research that is using technique determinant element choice (PUP).. Continued with ready phase method of data, phase analysis phase and data presentation of analysis result.
Result this research that is in the form of characteristic variety of  communication language of goat trading in Karangpucung Traditional Market Cilacap regency. Interaction pattern in goat trading language in Karangpucung Traditional Market in Cilacap regency. Storey say between seller and buyer goat in Karangpucung Traditional Market in Cilacap regency. Register in research can categorized that is in the form price in Sundanese and Javanese and type, goat excellence which there are in trading transaction in Karangpucung area in Cilacap regency.


 
PENDAHULUAN

A.                 Latar Belakang Masalah
Setiap manusia dalam kehidupan selalu berkomunikasi dan berinteraksi sebagai bentuk dari aktivitas sosial. Salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi baik antar individu maupun kelompok adalah bahasa. 
Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32) mendefinisikan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang abriter yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri, dan sebuah bahasa diperoleh ketika masih anak-anak hingga dewasa. Di daerah Karangpucung, Majenang Kabupaten Cilacap bahasa komunikasinya sangat bervariatif. Sebagian daerah ada yang menggunakan bahasa Jawa dan sebagian daerah ada yang menggunakan bahasa Sunda. Itu dikarenakan oleh keadaan geografisnya, yaitu letaknya yang berdekatan dengan daerah perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat. Di daerah Karangpucung, Majenang Kabupaten Cilacap bisa dikategorikan masyarakat bahasa atau masyarakat tutur, karena sedikitnya telah menguasai tiga bahasa (multilingual) yaitu bahasa Indonesia, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa.
1
 
Ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam kajian sosiolinguistik, karena sosiolinguistik mengkaji tentang ciri-ciri khas variasi bahasa, dan bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam sebuah masyarakat tertentu. Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki kaidah-kaidah

Penggunaan bahasa yang tentu sudah disepakati oleh masyarakat pemakai bahasa itu sendiri, sehingga dapat terjadi  komunikasi yang efektif antara pengguna bahasa, karena masyarakat pengguna bahasa tersebut sudah mengetahui arti dan maksud tentang bahasa yang digunakan. Menurut Rahardi (2001: 13) sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitung-kan hubungan bahasa dengan masyarakat khususnya masyarakat penutur bahasa. 
Pasar merupakan tempat penjual dan pembeli bertemu, barang dan jasa tersedia untuk dijual dan akan terjadi pemindahan hak milik (Swastha, 1996: 50). Pertemuan penjual dan pembeli memungkinkan tejadinya interaksi sosial. Dalam interaksi hampir tidak mungkin tanpa melibatkan bahasa meskipun dalam batas-batas tertaentu dimungkinkan manusia berintraksi tanpa menggunakan bahasa, akan tetapi kesempurnaan interaksi itu hanya dapat dijamin melalui bahasa.
Dalam kehidupan sehari-hari interaksi itu dapat bermacam-macam bentuknya, misalnya bekerja, bermain-main, bersenda gurau dan salah satunya adalah tawar menawar dalam jual beli antara penjual dan pembeli.
Tawar menawar sebagai bentuk interaksi didalamnya tentu melibatkan bahasa. Dengan demikian tawar menawar termasuk salah satu peristiwa tutur (speech event). Sebagai salah satu peristiwa tutur, wujud pemakaian bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti situasi dan peristiwa, peserta tutur, tujuan berbicara, norma-norma interaksi dan sebagainya (Suharsono, 2003: 1).
Kabupaten Cilacap. Kegiatan tawar menawar yang dipengaruhi faktor tersebut, sudah tentu akan mengakibatkan pemakaian bahasa yang beragam. Misalnya, dari segi penutur yaitu penjual dan pembeli yang berasal dari berbagai latar belakang, geografis dan status sosial yang berbeda, maka tuturan yang muncul akan berbeda pula. Perlu ditekankan bahwa keragaman bahasa itu  disebabkan karena adanya para penutur yang tidak heterogen, tetapi dalam wacana jual beli terutama jual beli kambing, juga disebabkan adanya hubungan keintiman antara penjual dan pembeli. Tuturan antara penjual dan pembeli yang sudah kenal dan akrab karena seringnya pembeli berbelanja di tempat tersebut. Akan berbeda dengan bentuk tuturan antara penjual dengan pembeli baru yang belum kenal sama sekali. Pada dasarnya ragam bahasa yang digunakan dalam jual beli kambing di Pasar Tradisional Karangpucung mempunyai makna tertentu. Tawar menawar kambing akan menghasilkan ragam bahasa yang berbeda. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian pemakaian bahasa penjual dan pembeli dalam komunikasi tawar menawar kambing di Pasar Tradisional Karangpucung



A.                Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Bagaimana wujud tuturan penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap?
2.      Bagaimana Pola interaksi dalam ragam, bahasa  penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap?
3.      Bagaimana tingkat tutur yang digunakan penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap?
4.      bagai mana wujud Register jual beli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten Cilacap?

B.                 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:
1.      Wujud tuturan penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap.
2.      Pola interaksi dalam ragam, bahasa  penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap.
3.      Tingkat tutur yang digunakan penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten cilacap.
4.      Wujud register jual beli kambing di Pasar Tradisional karangpucung Kabupaten Cilacap.

C.                Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan untuk perkembangan linguistik pada umumnya dan kajian sosiolinguistik pada khususnya. Selain itu, penelitian ini dapat menambah perbendaharaan peristilahan dalam ragam jual beli terutama bidang Pragmatik.

b.      Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca untuk dapat menggunakan bahasa sebagai cara untuk menghormati seseorang yang diajak berbicara kaitannya dengan sistem undha-usuk dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda, baik dalam keluarga, pergaulan maupun di pasar dalam komunikasi jual beli, dan bisa menambah pengetahuan tentang komunikasi yang terjadi di daerah perbatasan.

D.                Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca mengetahui gambaran mengenai penelitian ini dan untuk memudahkan penulis mengupas jelas yang menjadi permasalahan dalam penelitian, maka penulis uraikan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:
Bab I diuraikan pendahuluan yang terdidri atas latar belakang masalah yaitu untuk menjawab apa yang melatarbelakangi pemilihan judul. Rumusan masalah yaitu permasalahan-permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian yang disesuaikan dengan latar belakang masalah. Kemudian diuraikan tentang tujuan penelitian dan manfaat dari hasil penelitian.
Bab II berisi tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakaan untuk memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan pada bab pertama. Sistematika penulisaan landasan teori didasarkan pada kerangka berpikir yang meliputi: Masyarakat bahasa, bahasa, pengertian, fungsi, jenis, ragam bahasa, komunikasi, interaksi, diglosia campur kode dan alih kode, ragam jual beli, wujud bahasa, pola bentuk interaksi, tingkat tutur, register.
Bab III tentang metodologi penelitian. Bagian ini berisi tentang jenis penelitian, tempat penelitian, data dan sumber data,  metode yang digunakan dalam penelitian yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis, dan tahap penyajiaan hasil analisis.
Bab IV adalah pembahasan. Bagian ini berisi pemecahan- pemecahan masalah berdasarkan: Wujud bahasa/tuturan penjual dan pembeli, kemudian menjelaskan tentang, pola bentuk interaksi penjual dan pembeli, bentuk tingkat tutur antara penjual dan pembeli, dan  register dalam transaksi jual beli kambing di pasar tradisional Karangpucung-Kabupaten Cilacap.
Bab V adalah bagian penutup yang berisi simpulan dari keseluruhan pembahasan atas penelitian yang telah dilakukan, serta saran untuk penelitian selanjutnya .




TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
Agar dapat membedakan penelitian Ragam Bahasa Komunikasi Jual Beli Kambing di Pasar Tradisional Karangpucung Kabupaten Cilacap (Kajian Sosiolinguistik) dengan penelitian sebelumnya, maka penulis meninjau empat buah hasil penelitian Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Purwokerto sebagai berikut.
1.      Ragam Bahasa Transaksi Jual Beli Sapi di Pasar Petambakan Kecamatan Madura Kabupaten Banjar Negara oleh Eko Nugroho, tahun 2004.
1)      Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah teknik sadap sebagai teknik dasar, dan sebagai teknik lanjutannya menggunakan teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap), teknik rekam dan teknik cacat. Data kemudian dianalisis berdasarkan konteks tuturan, register norma tutur, dan gejala bahasa.
2)      Hasil yang diperoleh
1). Penggunaan bahasa pada transaksi jual beli sapai di pasar   Petambakan  menggunakan bahasa bahasa Jawa dialek Banyumasa yaitu jawa ngoko dan krama.
2).  Norma tuturan terdiri dari harga, jenis bentuk, usia dan, warna.
3).  Register yang banyak digunakan yaitu register harga atau angka.
7
 
4).  Penambahan fonem.  
2.      Ragam Bahasa Para Pembuat Tempe (Kedelai) di Desa Bantarbolang Kabupaten Pemalang (Kajian Semantik) oleh Nur Septi Indriyani, tahun 2007.
1)      Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode Simak Libat Cakap (SLC) karena peneliti terlibat langsung dengan sumbernya. Selanjutnya data diklasifikasikan sesuai dengan pemakaian bentuk-bentuk ragam bahasa yang meliputi ragam bahasa tempat, bahan, alat, proses pembuatan, jenis kegiatan dan jenis-jenis tempe.
b.   Hasil yang diperoleh berupa:
1). Ragam bahasa umum, yang meliputi: Ragam berdasarkan tempat, berdasarkan bahan, berdasarkan alat, proses pembuatan, jenis kegiatan, jenis tempe.
2). Ragam bahasa umum pembuat tempe, yang berupa: Ragam berdasarkan tempat, berdasarkan bahan, berdasarkan alat, proses pembuatan, jenis kegiatan, jenis tempe.
3.       Ragam Bahasa Transaksi Jual Beli Daging Sapi di Pasar Pagi Pemalang  Kajian Sosiolinguistik oleh Septiaji Poniati, tahun 2007.
1)      Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC), dilanjutkan dengan teknik rekam dan teknik catat. Proses analisis didasrkan pada ciri-ciri ragam bahasa, makna istilah dan tingkat tutur antara pedagang dan pedagang, pedagang dengan pembeli dalam komunikasi jual beli daging sapi di Pasar Pagi Pemalang.
b. Hasil yang diperoleh berupa:
1)Tuturan pedagang dengan pedaganng.
2). Ciri-ciri transaksi jual beli.
3). Wacana transaksi jual beli antara penjual dan pembeli daging sapi, yaitu berupa bahasa pendek ringkasa dan tidak lengkap.
4). Faktor yang mendasari terbentuknya transaksi jual beli antara pedagang dengan pembeli dari segi organisasi, tujuan transaksi dan sifat hubungan.
4.      Ragam Bahasa Komunikasi Jual Beli Sandang di Pasar Kota Banjar Negara Kajian Sosiolinguistik oleh Mahwar Setio Budi, tahun 2008.
a. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode simak dan tehnik sadap merupakan teknik dasarnya. Sebagai teknik lanjutan menggunakan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Proses analisis didasarkan pada ragam bahasa, wujud tingkat tutur, penjual dan pembeli Sandang di Pasar Kota Banjarnegara dan sebagai pijakan yang pertama teorinya membahas kajian sosiolinguistik. 
b. Hasil yang diperoleh berupa:
1)      Tuturan penjual dan pembeli
2)      Ciri–ciri ragam bahasa
3)      Pola tuturan penjual dan pembeli
4)      Bentuk tuturan penjual dan pembeli
5)      Register  

Berdasarkan keempat hasil penelitian tersebut, dalam penelitian mengenai ragam bahasa dengan penelitian ini yang berjudul “ Ragam Bahasa Komunikasi Jual Beli Kambing di Pasar Tradisional Karangpucung Kabupaten Cilacap (Kajian Sosiolinguistik)” memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada metode yang digunakan pada tahapan pengumpulan data yaitu menggunakan metode simak yang terdiri dari: teknik sadap, teknik rekam, dan teknik catat libat cakap. Sedangkan perbedaanya  pada hasil analisis data disesuaikan dengan lingkungan, keadaan dan masalah yang terdapat pada objek. Perbedaan yang lain terletak pada landasan teori karena disesuaikan dengan kebutuhan analisis, data, dan sumber data, letak geografis tempat objek penelitian dan bahasa objek yang diteliti. Pelaku jual beli kambing sebagai sumber data yang terlibat  langsung dalam proses tawar menawar yang diperoleh pada bulan Januari 2010.
Dengan demikian dengan adanya perbedaan tersebut maka telah membuktikan bahwa penelitian ini berbeda dengan peneliti-peneliti sebelumnya.

B. Landasan Teori
1. Masyarakat Bahasa
Chaer dan Leoni Agustina, (2004: 36) mengemukakan yang disebut masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa.

Fishman (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 36) masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidaknya mengenal satu variasi bahasa serta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat Karangpucung, Majenang, kabupaten Cilacap Barat merupakan masyarakat bahasa atau masyarakat tutur, karena sedikitnya telah mengusai tiga bahasa (multilingual) yaitu bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Sunda beserta norma-normanya. Pemakaian ketiga bahasa tersebut juga mempunyai peran dan fungsinya masing-masing.
2. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakaan manusia bisa juga dikategorikan sebagai alat penghubung manusi dalam berkomunikasi dan berinteraksi denagan lawan bicara. Bagian-bagian yang terdapat dalam bahasa yaitu yang meliputi: pengertian bahasa, fungsi bahasa, jenis bahasa, dan ragam bahasa.
a.      Pengertian Bahasa
Menurut Kridalaksana (dalam Aslinda dan Leni Safyahya, 2007: 1) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang abriter yang dipergunakan dalam masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.                       
Bahasa dipergunakan manusia dalam segala aktivitas kehidupan.  Dengan damikian, bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia. Recing Koen dan Pateda (dalam Aslinda dan Leni Safyahya, 1993: 5) menyatakan, bahwa hakekat bahasa bersifat mengerti, individual, kooperatif dan sebagai alat komunikasi.
Berdasarkan beberapa pandangan mengenai bahasa tersebut  maka dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi dan interaksi sosial di dalam suatu masarakat yang berwujud lambang bunyi atau simbol yang bersifat abriter, konvsional dan bermakna yang dapat membentuk identitas pemakainya serta mengembangkan budaya suatu masyarakat tertentu.
b.      Fungsi Bahasa
Menurut Soeparno, ( 2002: 5) fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antar anggota. Untuk keperluan itu dipergunakan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut. Tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat.
Menurut Chaer dan Leoni Agustina, (2004: 14) fungsi bahasa secara tradisional kalau ditanyakan apakah bahasa itu, akan di jawab bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi,dalam arti, alt untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan.
Dari pendapat pakar tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulaan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan berinteraksi yang dilakukan manusia pada umumnya.


1)      Komunikasi
a)      Pengertian Komunikasi
Menurut Uchjana dan effendi, (2007: 9) istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata kommunis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama kata. Jadi kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna apa yang sedang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasar, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat.
 Chaer dan Leonie Agustina, (2004: 17) mengutip dari webster menyebutkan komunikasi adalah proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum. Pengertian komunikasi itu paling tidak melibatkan dua orang atau lebih, dan proses pemindahan pesannya dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara komunikasi yang dilakukan oleh seseorang.
Menurut Chaer dan Leonie Agustina, (2004: 17) dalam setiap komunikasi harus ada komponen pokok, yaitu:
(1)   Partisipan, yaitu pihak yang berkomunikasi, pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan. Pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tentunya ada dua orang atau ada dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim (sender) informasi, dan kedua yang menerima (receiver) informasi.
(2)   Informasi yang dikomunikasikan. Informasi yang dikomunikasikan tentunya berupa suatu ide, gagasan, keterangan, atau pesan.
Alamat yang digunakan dalam komunikasi. Alat yang digunakan dapat berupa simbol atau lambang seperti bahasa.
Dengan demikian proses komunikasi akan berjalan dengan lancar dan bahasa sebagai media komunikasi apa bila dalam interaksi ditandai adanya umpan balik dari penerima pesan (receiver) atau lawan tutur kepada pengirim pesan (sender) atau penutur dan komunikasi menurut jenisnya dibagi menjadi dua macam yaitu verbal dan nonverbal.
b)     Jenis Komunikasi
Menurut Chaer dan Leonie Agustina, (2004: 20) membagi jenis komunikasi menjadi dua macam:
(1)   Komunikasi verbal
Komunikasi verbal atau komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ini tentunya harus berupa kode yang sama-sama dipahami oleh pihak penutur dan pihak pendengar yaitu yang berupa bahasa tulis dan bahasa lisan.
(2)   Komunikasi NonVerbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu, api), isyarat bendera (semaphore).    
2)      Interaksi
Interaksi merupakan bagian dari fungsi bahasa. Di sebuah masyarakat, lingkungan pendidikan bahkan di Pasar sekalipun manusia sering melakukan interaksi. Dengan adanya interaksi bahasa  tersebut berarti manusia  melakukan sebuah kontak sosial dan komunikasi.
Menurut Soekanto, (2005: 64) bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan antara orang-orang, perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorang dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu, mereka saling menegur, berjabat tangan, saling bicara atau bahkan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu, adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, kontak sosial yang bersifat negatif pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial.
Apabila seorang pedagang menawarkan barang dagangannya kepada calon pembeli serta diterima dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya jual beli, maka kontak tersebut bersifat positif. Lain halnya, apabila pembeli tampak bersungut-sungut sewaktu ditawarkan barang dagangan maka,  kemungkinan besar tidak akan terjadi jual beli. Dalam hal ini terjadi kontak negatif yang menyebabkan tidak berlangsungnya interaksi sosial. Dalam interaksi mencakup tiga hal, yaitu diglosia, alih kode, dan campur kode. 
a)      Diglosia
Didalam masyarakat bahasa khususnya di daerah Perbatasan Jawa Tengah Jawa Barat bahasanya sangat bervaiativ. Sebagian daerah tertentu ada yang menggunakan bahasa Sunda sebagian daerah lain ada yang menggunakan bahasa Jawa bahkan ada pula yang menggunakan bahasa Indonesia.
Menurut  Ferguson (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 92) menyatakaan keadaan suatu masyarakat dimana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu disebut diglosia. Ferguson juga membagi pengertian diglosia menjadi tiga yaitu:
(1) Diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relatif stabil, di mana selain terdapat sejumlah dialek utama (lebih tepat, ragam-ragam utama) dari satu bahasa terdapat ragam lain.


(2) Dialek-dialek utama itu, di antaranya, bisa berupa dialek biasa, dan bisa berupa sebuah dialek standar atau sebuah standar regional.
(3) Ragam lain (yang bukan dialek-dialek utama) itu memiliki ciri:
(a)    Sudah sangat terkodifikasi.
(b)   Gramatikalnya lebih komplek.
(c)    Merupakan wahana kesusastraan tertulis yang sangat luas dan dihormati.
(d)   Dipelajari melalui pendidikan formal.
(e)    Digunakan dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal.
(f)    Tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun) untuk percakapan sehari-hari.
Kriteria diglosia yang sangat penting menurut Ferguson (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 93) adalah bahwa dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu bahasa. Variasi pertama disebut dialek tinggi dan yang kedua disebut dialek rendah.
 Dengan demikian bahwa masyarakat Karangpucung Kabupaten Cilacap khususnya para penjual pembeli kambing mereka merupakan masyarakat bahasa (masyarakat tutur) yang memiliki variasi bahasa dan ini bisa mengakibatkan timbulnya bahasa campuran (campur kode) dan peralihan bahasa dari bahasa satu ke bahasa lain atau biasa disebut alih kode.
b)     Alih kode
Menurut Appel (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 106) alih kode adalah  gejala peralihan pemakaian bahasa  karena berubahnya situasi yang disebabkan oleh datangnya orang ketiga dan dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab tertentu.
Thelander (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 115) menyatakan bahwa alih kode adalah apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari suatu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain.
Fasold (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 115) berpendapat bahwa alih kode adalah apabila suatu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatikal bahasa lain.  
 Menurut Aslinda dan Leni Syafyahya, (2007: 85) gejala alih kode disebabkan oleh beberapa faktor:
(1) Siapa yang berbicara,
                                                            (2) Dengan bahasa apa,
(3) Kepada siapa,
(4) Kapan,
(5) Dengan tujuan apa.
Dalam berbagai keputusan linguistik, secara umum tejadinya penyebab alih kode ialah:
(1)   Pembicara/penutur
(2)   pendengar/lawan tutr
(3)   Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga
(4)   perubahan dari formal ke informal
(5)   perubahan topik pembicaraan
c)      Campur kode
Menurut Thelander (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004:115) campur kode adalah apabila didalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari kalusa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid prases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.
Fasold (dalam Chaer dan Leoni Agustina, 2004: 115) menyatakan bahwa campur kode adalah apabila seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari suatu bahasa.
3)      Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atu berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melebihi dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, didalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di Pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur (Chaer dan Leoniagustina, 2004: 47).

Percakapan yang tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan ditentukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti tidak disebut sebagai peristiwa tutur apabila memenuhi delapan komponen tutur, yang dihuruf-huruf pertanyaan dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING, Delhemes dalam (Chaer dan Leonia Gustina, 2004 : 48) komponen itu adalah:
S   =  Setting and scene
P    =  Partisipant
E    =  End: purpuse and goal
A   =  Act sequncs
K   =  Key: tenor sepirit of act
I     =  Instrumentalistis
N   = Norm of interaction  and interpretation
G   =  Genres

Dari beberapa pendapat pakar tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulaan bahwa komunikasi merupakaan proses pertukaraan informasi antar indifidu yang berupa simbol, tanda gerak, atau tingkah laku yang umum. Kemudiam  jenis komunikasi di bagi enjadi dua bagian yaitu verbal dan nonverbal. Komunikasi yang dilakukan manusia pada umumnya ialah komunikasi verbal, sebuah komunikasi yang dilakukan oleh manusia yang menggunakaan bahasa lisan yang berupa kata atau kalimat yang terjadi pada peristiwa tutur itu dipengaruhi oleh tempat dan waktu, pihak yang berkomunikasi, nada tutur, sarana tutur, jenis tutur. Di daerah Perbatasan khususnya di Pasar kambing Karangpucung tidak menutup kemungkinan akan terjadi interaksi, karena daerahnya yang dekat dengan perbatasan maka akan menimbulkan variasi bahasa, dari variasi bahasa itu akan timbul campur kode dan alih kode sebagai alat komunikasinya, itu dikarenakan agar komunikasi yang dilakukan bisa berjalan dengan lancar. Berkpmunikhasi dan berinteraksi tidak akan terlepas pada peristiwa tutur
c.       Jenis Bahasa
Chaer dan Leoni Agustin(2004: 73) menyatakan bahwa berbicara mengenai variasi bahasa yang berkenaan dengan penutur dan penggunaanya secara konkrit. Begitulah dalampembicaraan fariasi bahasa itu berkenaan dengan idiolek, dialek, soiolek, kronolek, fungsolek, ragam dan register. Pembicaran tentang fariasi bahasa itu tidak lengkap bila tidak disertai dengan pembicaraan tentang jenis bahasa yang juga melihat secara sosiolinguistik. Hanya bedanya dalam pembicaraan jenis ini kita bukan hanya berurusan dengan suatu bahasa, serta variasinya, juga berusaha dengan sejumlah bahasa baik Yang dimiliki repertoir suatu masarakat tutur maupun yang dimiliki dan di gunakaan oleh sejumlah masarakat tutur. Di daerah perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat jenis bahasanya sangat berfariativ. Sebagian kelompok masyarakat ada yang menggunakan bahasa Sunda, sebagian kelompok masyarakat ada yang menggunakan bahasa Jawa, bahkan ada pula sebagian masarakat tertentu yang komunikasinya menggunakan bahasa Indonesia. Jadi jenis bahasa disini membahas tentang jumlah bahasa yang ada di daerah penelitian yaitu yang meliputi: Bahasa  Sunda, bahasa Jawa dan bahasa Indonesi.
d.      Ragam Bahasa
1)      Pengertian Ragam Bahasa
Chaer dan Leoni Agustina, (2004: 61) mengemukakan variasi atau ragam bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi sosiolinguistik. Sedangkan variasi itu adanya bentuk yang lebih dari satu 
Sumarsono dan Paina Partana, (2002: 31) menyatakan bahwa ragam  bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan atau untuk keperluan tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa  variasi atau ragam bahasa merupakan bagian dari kajian sosiolinguistik sebagai perwujudan interaksi masyarakat bahasa yang pemakaiannya disesuaikan berdasarkan fungsi, situasi dan perasaan sosial pemakaian bahasa itu sendiri.
2)      Jenis Ragam Bahasa
Bahasa dapat dipandang secara diakronis dan sinkronis. Secara diakronis, dapat dibedakan tahapan-tahapan bahasa yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara sinkronis, variasi-vriasi bahasa dapat dibedakan menurut pemakaian bahasa dan pemakai bahasa. Dari segi pemakai bahasa dialek regional (geografis), (1). Dialek sosial, (2). Dialek khusus dan, (3). Idiolek. Dari segi pemakaian bahasa, variasi-variasi bahasa disebut ragam bahasa, yang dapat dibagi menurut bidang pembicaraan, cara berbicara dan hubungan di antara pembicara (Kridalaksana, 1985: 93).
Chaer dan Leoni Agustina, (2004: 62) membagi variasi bahasa dari berbagai segi yaitu:
a)      Variasi-variasi dari Segi Keformalan (Situasi)
Berdasarkan tingkat keformalan (situasi) dapat dibagi atas:
(1)    Ragam baku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi. Ragam resmi atau formal. Ragam bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi. Ragam ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar.
(2)    Ragam usaha atau ragam konsultatif. Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.
(3)    Ragam akrab atau ragam intim, adalah variasi bahasa yang biasanya digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab. Ragam ini ditandai dengan pengunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan artikulasi yang sering kali tidak jelas.
(4)    Ragam santai atau ragam kasual. adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang- bincang dengan keluarga atau teman akrab.
b)      Dari Segi Sarana
Berdasarkan segi sarana  dibagi menjadi dua tingkatan yaitu:
(1)   Ragam Lisan, menyampaikan informasi secara lisan dapat dibantu dengan nada suara, gerak-gerik tangan dan sejumlah gejala fisik lainya.
(2)   Ragam tulisan, dalam berbahasa tulis lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang disusun bisa dipahami pembaca.
c)      Dari segi penutur (Pemakai)
Berdasarkan penutur berarti, siapa yang menggunakan bahasa itu, apa jenis kelaminnya dan kapan bahasa digunakan. variasi dari segi penutur ada variasi yang disebut:
(1)   Idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan.
(2)   Dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.
(3)   Sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial pada penuturnya.
(4)   Kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang  digunakan oleh kelompok sosial pada zaman tertentu.
d)     Dari Segi Pemakaian
Variasi dari segi pemakaian atau penggunaanya berarti bahasa untuk itu digunakan untuk apa, bidang apa, apa jalur dan alatnya dan bagaimana situasi keformalannya. Variasi bahasa menurut penggunaannya pemakaiannya fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakain menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan  atau bidang apa, sehingga muncullah  beberapa ragam bahasa, seperti:
(1) variasi bahasa atau ragam bahasa sastra,
(2) ragam bahasa jurnalistik,
(3) ragam bahasa militer,
(4) ragam bahasa ilmiah,
(5) ragam bahasa niaga atau perdagangan (ragam jual beli).
Menurut Soeparno, (2002: 71-78) ragam bahasa atau variasi bahasa, dapat dibedakan atas:
(1)          Variasi kronologis yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh keurutan waktu atau masa (kronolek).
(2)          Variasi geografis yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor geografis atau regional(varia regional).
(3)          Variasi sosial  yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor perbedaan sosiologis (sosiolek).
(4)          Variasi fungsioal yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor perbedaan fungsi pemakaian bahasa (fungsiolek).
(5)          Variasi gaya  yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor perbedaan gaya bahasa (style).

(6)          Variasi kultural  yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor perbedaan budaya masyarakatnya.
(7)          Individual yaitu variasi bahasa yang disebabkan oleh faktor perbedaan perorangan (idiolek).    
Dengan demikian variasi bahasa sangat ditentukan oleh faktor waktu, faktor tempat, faktor sosiokultural, faktor situasi dan faktor medium pengungkapan. Faktor waktu menimbulkan perbedaan bahasa dari masa ke masa. Variasi regional membedakan bahasa yang dipakai di satu tempat dengan yang ada di tempat lain atau disebut dialek sosial. Variasi situasional timbul karena pemakai bahasa memilih ciri-ciri bahasa tertentu dalam situasi tertentu sehingga timbul adanya ragam bahasa formal dan informal. Faktor medium pengungkapan membedakan bahasa lisan dan bahasa tulis.  Ragam bahasa juga dibagi menurut situasi, sarana, pemakai dan pemakaian. Sedangkan ragam menurut situasi dibedakan atas formal dan informal. Sedangakan menurut saran ragam bahasa dibedakan atas tulisan dan lisan. Menurut pemakaian ragam bahasa dibedakan atas empat (4) macam yaitu idiolek, dialek, sosiolek dan kronolek. Sedangkan menurut pemakaian ragam bahasa dibedakan atas ragam jual beli, ragam sastra, ragam jurnalistik, ragam hukum dan ragam ilmiah sedangkan sosiolek dibedakaan atas pendidikan, pekerjaan, usia dan jenis kelamin.
e.        Ciri-Ciri Ragam Bahasa Jual Beli
1). Wujud tuturan  penjual dan pembeli
 Menurut kridalksana (2008:  248). Tuturan dapat diartikan wacana yang menonjolkan rangkaian peristiwa dalam serentetan waktu tertentu, bersama dengan partisipan dan keadaan tertentu. Sedangkan wuwjud, diartikan sebagai bentuk. Wujud tuturan penjual dan pembeli di artikan bentuk ujaran penjual dan pembeli.    
a). Penjual dan pembeli dominan menggunakan  bahasa  Jawa
b). Penjual dan pembeli dominan menggunakan bahasa Sunda
c). Penjual dan pembeli dominan menggunakan bahasa Indonesia 
d). Penjual dominan menggunakan bahasa Jawa  Pembeli dominan menggunakan bahasa Sunda  
e). Penjual menggunakan bahasa Jawa  alih bahasa Sunda  pembeli satu  dominan menggunakan bahasa Jawa pembeli dua dominan menggunakan bahasa Sunda
d). Penjual menggunakan bahasa Sunda alih bahasa Jawa pembeli satu dominan menggunakan bahasa Sunda pembeli dua menggunakan bahasa Jawa alih bahasa Sunda
2). Pola Interaksi Penjual dan Pembeli
Suharsono, (2003: 5-7) menyatakan bahwa faktor-faktor yang bersifat sosial, misalnya yang berhubungan dengan diferensiasi kerja, tujuan interaksi, dan hubungan peranan di antara penjual dan pembeli, mempengaruhi pola interaksi jual beli, yang pada akhirnya mempengaruhi pula wujud dan bentuk tuturan. Mengenai model interaksi antara penjual dan pembeli dapat diihat dari lima segi, yaitu: (a). Sifat organisasi, (b). Tujuan interaksi, (c). Sifat hubungan, (d). Harga.
 Model interaksi antara penjual dan pembeli memiliki ciri-ciri berikut: (a). Memberi peluang pertukaran kata bersifat goal oriented, tetapi juga untuk mengembangkan hubungan interpersonal, (b). Hubungan bersifat interpersonal, tidak temporer, (c). Tawar menawar merupakan bagian tidak terpisahkan dalam interaksi   penjual dan pembeli. (d). Masing-masing pelaku dalam interaksi mengembangkan persuasi  verbal.
3). Tingkat Tutur
a).  Pengertian Tingkat Tutur
Tingkat tutur atau disebut dengan istilah undha usuk, Chaer dan Leoni Agustina, (2004: 40) menyebutkan bahwa variasi bahasa yang penggunaannya didasarkan pada tingkat-tingkat sosial dikenal dalam bahasa Jawa dengan istilah undha usuk.
Dijelaskan adanya tingkat-tingkat bahasa yang disebut undha usuk ini menyebabkan penutur dari masyarakat tutur bahasa Jawa dan bahasa Sunda tersebut untuk mengetahui terlebih dahulu kedudukan tingkat sosialnya terhadap lawan bicaranya.
Rahardi, (2001: 52-53) menyebutkan bahwa tingkat tutur dapat dikatakan sistem kode dalam masyarakat tutur. Kode dalam jenis ini faktor penentunya adalah relasi antara si penutur dengan mitra tutur.
b). Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Tutur
Mengenai berbagai faktor yang menyebabkan adanya bentuk tingkat tutur, Rahardi, (2001: 53) membagi ke dalam beberapa faktor, yakni dihormati atau tidak dihomati karena bentuk dan kondisi tubuhnya, kekuatan ekonomi, status sosialnya, kekuatan dan pengaruh politisnya, alur kekerabatan, usia, jenis kelamin, dan kondisi psikisnya.
Tingkat sosial para penutur sangat menentukan dalam menentukan variasi tingkat tutur. Terdapat anggota masyarakat tertentu yang sangat perlu dihormati, tetapi ada juga golongan masyarakat yang tidak perlu mendapatkan penghormatan khusus.
Untuk mengetahui keterkaitan tersebut, Kuntjaraningrat dalam Chaer dan Leonie Agustina, (2004: 39-40) membagi masyarakat Jawa atas empat tingkat, yaitu (a) wong cilik (masyarakat biasa), (b) wong sudagar (golongan pedagang), (c) priyayi (golongan pejabat), (d) ndarar (golongan orang kaya). Penggolongan di atas jelas adanya perbedaan tingkat dalam masyarakat tutur bahasa Jawa, berdasarkan tingkat-tingkat sosialnya.
Lebih jelasnya bahwa pihak yang tingkat sosialnya lebih rendah menggunakan tingkat bahasa yang lebih tinggi, yaitu krama, dan yang tingkat sosialnya lebih tinggi menggunakan tingkat bahasa yang lebih rendah, yaitu ngoko.
c).  Bentuk-Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jawa
Sehubungan dengan undha usuk (tingkat tutur), bentuk tingkat tutur bahasa Jawa terbagi atas dua, yaitu krama untuk tingkat tinggi dan ngoko tingkat rendah. Di antara tingkat ngoko dan krama masih terbagi menjadi beberapa tingkat. Uhlenbeck (dalam Chaer dan Leonie Agustin, 2004: 40) membagi tingkat variasi bahasa Jawa menjadi tiga, yakni: ngoko, madya, krama.
a)          Tingkat Tutur Ngoko
Tingkat tutur ngoko memiliki rasa yang tidak berjarak antara penutur dan mitra tutur. Hubungan antar keduanya tidak dibatasi oleh rasa segan. Bentuk ngoko sering muncul antara percakapan teman sejawat, tidak memperhatikan kedudukan dan usia.
Menurut Purwadi, (2005: 22), tingkat tutur ngoko dibagi atas:
(1). Ngoko lugu, ngoko yang susunan kata-katanya dari ngoko semua  adapun kata aku, kowe, dan ater-ater: dak-,ko-,di-, juga panambang : -ku, - mu, -e, -ake, tidak berubah.
(2). Ngoko andhap, ngoko andhap dipakai oleh siapa saja yang telah akrab dengan lawan bicaranya tetapi, masih saling menghormati. Ngoko andhap dibagi menjadi dua, yaitu:

(3) Ngoko andhap aniya-basa yaitu ngoko andhap yang di dalamnya terdapat kata-kata serta imbuhan lain kecuali kata-kata dan imbuhan ngoko
(4) Ngoko andhap basa-antya yaitu yang didalamnya terdapat kata-kata dari kosakata krama inggil, beberapa kata dari kosakata krama, disamping kosakata dan imbuhan krama.
b)          Tingkat Tutur Madya
Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah yang berada di antara tingkat krama dan tingkat tutur ngoko. Kadar kesopanan tigkat tutur madya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah atau sedang-sedang saja. Dengan kata lain tingkat tutur madya memiliki ciri-ciri setengah sopan dan setengah tidak sopan.
Menurut Purwadi, (2005: 28) membagi tingkat tutur madya menjadi tiga yaitu:
1). Madya ngoko, yaitu kata-kata madya dicampur kata-kata ngoko.
2). Madya krama, yaitu kata-kata madya  dicampur kata-kata krama.
3). Madyaantara, yaitu kata-katanya dibentuk dari bahasa madya  krama, tetapi kata-kata yang ditujukan pada orang yang diajak bicara diubah menjadi krama inggil.
c)          Tingkat Tutur Krama
Tingkat tutur krama adalah tingkat yang memancarkan arti penuh sopan santun antara sang penutur dengan mitra tutur. Penggunaan tingkat tutur krama menandakan adanya perasaan segan di antara penutur. Sebagai rasa hormat atau kedua penutur saling menghormati kemungkinan disebabkan karena relasi antara penutur dan mitra tutur belum terjalin baik (akrab).
Menurut Purwadi, (2005:  33) tingkat tutur krama dibagi atas:
(1)   Mudha Karma bahasa yang luwes untuk semua orang. Orang yang diajak berbicara di hormati. Adapun dirinya sendiri yaitu orang yang mengajak berbicara merendahkan diri. Aku diubah menjadi kulo, kowe diubah menjadi  panjenengan.
(2)   Kramantara, yakni bahasa yang dipakai oleh orang tua kepada orang yang lebih muda.
(3)   Wredha Krama, yakni bahasa yang dipakai oleh orang yang derajatnya sama.
(4)   Krama Inggil, basa krama inggil kata-katanya dari krama semua dicampur dengan krama inggil untuk orang yang diajak berbicara. Krama inggil biasa digunakaan oleh priyayi cilik kepada priyayi gede. Umumnya  bahasa krama inggil terdengar di dalam masyarakat sekitar  Keraton.
         d). Bentuk-bentuk Tingkat Tutur Bahasa Sunda
Menurut Gunardi, dkk, (1996: 8) sama halnya dengan bahasa Jawa bahasa Sunda mengenal pola tingkat-tingkat bahasa, Yang dipergunakaan untuk mengekspresikan rasa hormat menurut status pemakaiannya.
Menurut beberapa ahli,  undhak-usuk bahasa Sunda dibagi menjadi beberapa tingkat
Menurut Ardiwinata dan Ayatrohaedi  (dalam Gunardi, dkk, 1996: 10).
Menurut Ardiwinata dan Ayatrohaedi bahasa Sunda dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu:
lemes pisan, lemes biasa, lemes kersorangan, sedang, songong, songong paranti nyarekan.
Menurut Soria Di Raja, dalam ( Gunardi dkk, 1996: 11) membagi undak-usuk dalam lima hal: Lemes pian, lemes, sedang, kasar, kasar pisan.
Menurut R.I. Adiwidjaja  (dalam Gunardi 1996: 11). membagi bahasa Sunda kedalam enam tingkatan: Luhur, lemes, sedang, panengah, kasar, kasar pisan.  
Menurut Djajasudarma (dalam Gugun Gunardi, dkk, 1996: 12) membagi tingkat bahasa Sunda dalam dua golongan yaitu Kasar, Lemes.                  
1). Bahasa Kasar
Kasar dapat digunakaan baik bagi partisipan ujaran maupun yang dibicaraakan; baik penyapa (pembicara/ personal I), pesapa (kawan bicara personal II) maupun yang dibicarakan (personal III). 
2). Bahasa Lemes (Halus)   
Halus ini dipertimbangkaan dari
(1). Halus untuk personal I (penyapa) misalnya abdi neda’(saya makan).
(2). Halus untuk personal II (pesapa), misalnya bapak tuang (bapak makan).
(3). Halus untuk personal III (yang dibicarakan), misal ibu guru tuang “(ibuguru makan).   
4). Register
Variasi bahasa berdasarkan fungsi lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang register ini biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa (Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 69).
Register merupakan konsep semantik yang dapat didefinisikan sebagai suatu susunan makna yang berhubungan secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat dan sarana (Halliday dan Hasan, 1994: 53. Kemudian dijabarkan bahwa regiser dapat didefinisikan sebagai ragam bahasa yang digunakan pada saat itu, tergantung pada apa yang sudah dikerjakan dan sifat kegiatannya. Register itu mencerminkan tingkat sosial dalam arti proses yang merupakan macam-macam kegiatan sosial yang biasanya melibatkan orang (Holliday dan Ruqoiya Hasan, 1994: 56).
Holliday dan Ruqoiya Hasan, (1994: 57) juga menyebutkan register Itu beragam, di satu sisi, terdapat register yang berorientasi pada kegiatan, yang di dalamnya banyak kegiatan dan sedikit percakapan, yaitu yang kadang-kadang disebut bahasa tindakan dan terdapat pula register yang berorientasi pada bicara, yang kebanyakan isinya bersifat kebahasaan dan tidak banyak hal lain yang terjadi.
Dari sedikit penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa register adalah jenis ragam bahasa berdasarkan fungsinya yang pemakaiannya ditentukan oleh sifat dan bidang kegiatan pada saat itu, tergantung peran sosial masyarakat pemakai bahasa. Register akan terus berkembang sesuai jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat melalui kontak bahasa baik komunikasi maupun berinteraksi satu sama lain. Pada penelitian ini register yang dimaksud yaitu tentang jenis kambing, keunggulan kambing, harga kambing dalam transaksi jual beli kambing di Pasar Tradisional Karangpucung Kabupaten Cilacap. Ciri ragam bahasa jual beli yaitu yang beupa, wujud tuturan pola/ bentuk interaksi tingkat tutur dan register. Sedangkan tingkat tutur yang terdapat didaerah Karangpucung Kabupaten Cilacap, beupa bahasa Jawa dan bahasa Sunda.

C.  Kerangka Berpikir
Wacana jual beli kambing adalah suatu bentuk interaksi yaitu antara penjual dengan pembeli yang bersifat informal. Interaksi tersebut tidak terlepas dari pemakaian bahasa dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal dengan tujuan untuk menyampaikan pesan dari masing-masing penutur.
Bagan kerangka berpikir disini gambaran dari apa yang menjadi patokan dan teori dalam penelitian ini, agar terlihat sistem matis yang disesuaikan dengan penelitian kenyataan yang terdapat di daerah penelitian. Urut-urutankerangka berpikir ini sebagai berikut: Bawa masyarakat bahassa mengunakan bahasa, dan bahasa di bagi menjadi empat aspek yaitu, pengertian bahasa, fungsi bahasa, jenis bahasa,ragam bahasa. Kemudian fungsi bahasa, dibagi menjadi dua aspek yaitu sebagai alat komunikasi dan berinteraksi. Kemudian wujud dari komunikasi yaitu berupa verbal dan nonverbal. Dari interaksi itu akan timbul diglosia (variasi bahasa)dan dari variasi bahasa akan mengakibatkan timbulnya alih kode dan campur kode. Komunikasi verbal yaitu berupa tulis dan lisan sedangkan nonverbal berupa cahaya dan bunyi. Komunikasi verbal atau komunikasi yang dilakukan secara lisan yaitu berupa kata, kalimat,dan peristiwa tutur, (SPEAKING). Jenis bahasa dalam penelitian dini yaitu berupa bahasa Jawa, Sunda, dan bahasa Indonesia. Kemudian rgam bahasa dibagi.menjadi empat faktor yaitu faktor situasi, sarana, pemakai, dan pemakaian. Dari faktor situasi bahasa yang digunakaan, formal, dan informal, dari faktor sarana, bahasa tulis dan bahasa lisan, dari faktor pemakai yaitu, idiolek, dialek, sosiolek, dan kronolek. Ragam bahasa dari faktor pemakaian di pisahkan atas, ragam jual beli, ragam sastera, ragam jurnallistik, ragam hukum, dan ragam ilmiah. Ragam bahasa menurut pemakai pada sosiolek yaitu dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, dan usia. Kemudian yang mencakup kedalam ciri-ciri ragam bahasa jual beli yaitu berupa, wujud bahasa/tuturan penjual dan pembeli, pola/bentuk interaksi, tingkat tutur, dan register. Kemudian tingkat tutur yang terdapat didaerah Perbatasan Jawa Tengah-Jawa Barat diklasifikasikan menjadi dua yaitu yang berupa bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa jawa berupa, krama madaya, madya, dan ngoko. Sedangkan tingkat tutur bahasa Sunda dibagi atas, kasar, panengah, halus sedang. Kemudian register dalam penelitian ini berupa, haraga kambing, jenis kambing, dan keunggulan kambing. 


maaf untuk kerangka perikirnya tidak bisa saya masukan soalnya tidak cukup dalam halaman bloger ini,dan pembahasan juga tak bisa saya tampilkan

MAAY YA.............................
Saya lanjutkan lagi dngan penutup



 
BAB III


METODOLOGI PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif maksudnya adalah membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat dan hubungan fenomena yang diteliti (Sudaryanto, 1993:8).
 Di dalam penelitian bahasa, metode penelitian deskriptif cenderung digunakan dalam penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini dikatakan sebagai pencarian data dengan interpretasi yang tepat, terutama dalam mengumpulkan data, serta menggambarkan data secara ilmiah. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan yang telah diteliti

B.     Tempat Penelitian
Tempat pengambilaan data ini yaitu di daerah Karangpucung, Kabupaten cilacap tepatnya di pasar taradisional Karangpucung (pasar hewan). Pasar hewan ini beroprasai tidak setiap hari tetapi hanya satu minggu dua kali yaitu hari Rabu dan hari Minggu.



A.    Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini berbentuk tuturan yang diperoleh dari peristiwa  tutur antara penjual dan pembeli dalam peristiwa komunikasi jual beli (tawar menawar) kambing di Pasar Tradisional  Karangpucung, Kabupaten Cilacap yang sungguh-sungguh terdapat dalam masyarakat bahasa. Bahasa merupakan objek penelitian dan pemakaian bahasa (penjual dan pembeli) menjadi subjek dalam penelitian ini.
2. Sumber data
Sumber data berupa tuturan penjual dan pembeli kambing  penelitian, yang melakukan transaksi jual beli kambing di Pasar Tradisional Karangpucung, Kabupaten Cilacap yang dilakukan bulan Januari 2010.

B.     Metode Penelitian
1. Tahap Penyediaan Data 
Penyediaan data merupakan upaya peneliti menyediakan data secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud.
Dalam tahap penyediaan data, sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan kegiatan, yaitu: 1) mengumpulkan yang ditandai dengan pencatatan, 2) pemilihan dan pemilah-milah dengan membuang yang tidak perlu, 3) pendataan menurut tipe atau jenis terhadap apa yang telah di catat, dipilih dan dipilah-pilahkan itu (Sudaryanto, 1993: 11)   

Pada tahap penyediaan data digunakan metode simak, yaitu cara yang digunakaan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa, dengan menggunakan teknik sadap sebagai teknik dasarnya. Sebagai teknik lanjutannya menggunakan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC ) bahwa peneliti terlibat dalam dialog, konversasi atau timbal wicara: jadi, ikut serta dalam proses pembicaraan orang yang saling berbicara, dan menggunakan teknik rekam memakai head phone (HP) sebagai alatnya. Kemudian semua rekaman yang telah diperoleh ditrankripsi secara fonemis diteruskan dengan klasifikasi data sebagai langkah akhir tahap penyediaan data.
2. Tahap Analisis Data
Menurut Sudaryanto 1993, 21:26) metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik tehnik pilihan unsur penentu (pup). 
Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah - pisahkan  dibagi menjadi berbagai  unsur  itu maka daya  pilah itu dapat disebut daya pilah referensial, daya pilah otografi dan daya pilah pragmatik  yang disesuaikan dengan sifat  atau watak unsur penentu  itu masing  - masing.
3.  Tahap Penyajian Hasil Analisis
Tahap ini merupakan upaya peneliti menampilkan dalam bentuk laporan tertulis mengenai apa yang telah dihasilkan dari kerja analisis, khususnya kaidah. Mengenai cara metode penyajian kaidah tersebut sebagai hasil analisis disajikan penulis menggunakan metode penyajian informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa (a natural language) (Sudaryanto, 1993:  144).  






 
simpulan dan saran

A.    bahasa Simpulan Hail Analisis
1.      Wujud tuturan penjual dan  pembeli mencakup.
a.       Penjual dan pembeli dominan menggunakan bahasa Jawa.
Dalam peristiwa tuturnya  penjual dan pembeli dalam berinteraksi menggunakan bahasa jawa. Karaena keduanya berasal dari latar belakang yang sama sehingga dalam berinteraksi menggunakaan bahasa jawa.
b.      Penjual dan pembeli dominan menggunakan bahasa Sunda.
Dalam periistiwa tutur atara penjual dan pembeli kambing menggunakaan bahasa sunda itu dikarenakan latar belakang yang sama dan letak geografis yang sama yaitu berasal dari daera yang penggunaan dialeknya menggunakan sunda.
c.       Penjual dan pembeli dominan menggunakan bahasa Indonesia.
Pada tuturan ini penjual dan pembeli mengunakan bahasa indonesia itu dikarenakan latar belakangnya yang berbeda yaitu berasal dari luar daerah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Taengah dan bahasa yang digunakan pun menggunakaan bahasa sunda.
d.      Penjual dominan menggunakan bahasa Jawa, pembeli dominan menggunakan bahasa Sunda. Penjual menggunakan bahasa Jawa alih bahasa Sunda pembeli 1 dominan menggunakan bahasa Jawa, Pembeli 2 dominan menggunakan bahasa Sunda.  


88
 

Pada peristiwa tutur tersebut menggunakaan bahasa campuran kode, Jawa dan Sunda, itu dikarenakaan karena latar belakang penjual dan pembeli berbeda dan dialek yang digunakanpun berbeda.
e.       Penjual menggunakan bahasa Sunda  alih bahasa Jawa, pembeli satu  dominan menggunakan bahasa Sunda, pembeli dua dominan menggunakan bahasa Jawa alih bahasa Sunda.
Pada peristiwa tutur ini keduanya mengalami peralihan dialek itu dikarenakaan bahasa yang digunakaan berbeda. Tetapi komunikasinya tetap berjalan karena masarakat perbatasan menguasai dialek lebih dari dua  multylingul.         
f.       Penjual Dan Pembeli Dominan Menggunakan Bahasa  Campur Kode bahasa Jawa dan bahasa Sunda.
Pada peristiwa tutur ini keduanya mengalami peralihan dan mencampurkan bahasadalam komunikasi, itu dikarenakaan bahasa yang digunakaan berbeda dan latar belakang si penutur berbeda sehingga dalam berkomunikasi menggunakan bahasa campuran. Tetapi komunikasinya tetap berjalan karena masarakat perbatasan menguasai dialek lebih dari dua  multylingul.        
g.      Penjual dan Pembeli Menggunakan Bahasa Campur Kode, Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda
Dengan demikian  wujud tingkat tutur penjual dan pembeli kambing di Pasar Tradisional Karangpucung Kabupaten Cilacap memiliki  tuturan yang beragam, disesuikan dengan lawan tutur  (mitra  tutur).  
           


2.      Wujud tingkat tutur jual beli kambing di Pasar Tradisional Karangpucung-Kabupaten Cilacap.  
a. Pembeli Memberi Peluang Pertukaran Kata
Disini dapat diartikan bahwa yang mengawali interaksinya adalah pembeli (starting exchange).
b. Penjual Memberi Peluang Pertukaran Kata
Disini dapat diartikan bahwa yang mengawali interaksi terlebih dahulu adalah penjual (starting exchange).
c. Tujuan Transaksi Tidak Terlepes Pada Transaksi Ekonom Semata Tetapi Bersifat Goal Orientid Juga Untuk Mengembangkan Interpersonal.
Disini dapat diartikan bahwa penjual dan pembeli melakukan tawar menawar barang agar dapat meminimalkan barag yang di jual dan barang yang di beli. Penjual ingin memperoleh keuntungan (laba) begitu pula  pembeli ingin memperoleh harga yang murah, dan juga dapat di artikan untuk mengembangkan relasi bersifat sosial dengan cara menunjukan keakraban  pembeli.
d.         Hubungan Penjual Dengan Pembeli Bersifat perSonal Tidak Tenporer.
Disini dapat di artikan bahwa interaksi antara penjual dan pembeli memelihara hubungan sosial yang bersifat positif yang mengarah kesuatu kerjasasama yang tujuanya melakukan pendekatan-pendekatan seperti menawarkan jenis barang, memberi kebebasan untuk memilih barabng menayakan barang yang mau dibelinya sudah mencakup atau belum.

e. Tawar Menawar Bagian-Bagian yang Tidak Terpisahkan Dalam Transaksi Penjual dan Pembeli.
          Disini dapat diartikan bahwa Terjadi tawar menawar karena penjual menginginkan daganganya terjual dengan harga tinggi, sedangkan pembeli menghendaki membeli barang dengan harga murah.
f. Penjual Dalam Interaksi Mengembangkan Persuasi Verbal
Disini dapat di artikan bahwa untuk mempertahankan harga barang dengan cara menonjolkan kwalitas barang dan untuk mempengaruhi pembeli supaya mau membeli barang yang di tawarkan dengan cara membujuk.
g.  Pembeli  dalam interaksi mengembangkan  Persuasi verbal
          Disini dapat diartikan bahwa pembeli mengembangkan bentuk persuasi verbal yang bertujuan untuk menurunkan harga barang dengan cara menonjolkan kekurangan barang dan membandingkan harga barang di tempat tersebut dengan di tempat lain.
h.  Pelaku Interaksi Mengakhiri Pertukaran Kata
          Disini dapat di artikan dalam dua hal:
a)      Pembeli telah memperoleh barang yang diinginkan/sesuai dengan apa yang diharapkan.
b)      Pembeli kurang pas dengan barang yang diinginkan dan pembeli kurang pas dengan harga yang di tawarkan penjual.


3. Tingkat Tutur Penjual dan Pembeli Kambing di Pasar Tradisional Karangpucung-Kabupaten Cilacap.
Tingkat tutur penjual dan pembeli kambing di pasar tradisional karang pucung   di klasifikasikan sebagai berikut.
a.       Penjual dan Pembeli Dominan Menggunakaan Bahasa Jawa
Tingkat tutur bahasa Jawa di klasifikasikan sebagai berikut.
(1)      Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Ngoko Pembeli Menggunakan Tingkat Tutur Ngoko.
Disini dapat diartikan bahwa penjual dalam melayani pembeli menggunakan bahasa Jawa ngoko dan pembeli dalam menawar kambing menggunakan tingkat tutur ngoko, dalm bertutur keduanya tidak menunjukan rasa segan atau “pakewuh” karena disebabkan faktor umur yang masih sebaya dan bahasa yang digunakan dalam berinteraksi sama/satu daera.   
(2)              Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Krama dan Pembeli Menngunakan Tingkat Tutur Ngoko
        Disini dapat diartikan bahwa penjual dalam melayani pembeli menggunakan tingkat tutur kramakarena disebabkan ingin menunjukan kesopanan kepada pembeli dan umur penjual lebih muda dari pada pembeli, pembeli menggunakan tingkat tutur ngoko karena umur pembeli lebih tua dari penjual.

(3)      Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Krama dan Pembeli Menggunakan Tinggkat Tutur Krama
Disi dapat diartikan bahwa penjual dalam berkomunikasi menggunakan tingkat tutur  krama  bertujuan agar pembeli merasa lebih di hormati sehingga mau membeli barang yang ditawarkan atau menarik simpatik pembeli, sedangkan pembeli menggunakaan tingkat tutur krama karena pembeli menghormati penjual yang sudah bersikap sopan dalam melayani.
b.      Penjual dan Pembeli Dominan Menggunakan Bahasa Sunda
Tingkat tutur antara penjual dan pembeli kambing di pasar tradisional karangpucung diklasifikasikan sebagi berikut.
(1) Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Sunda Sedang dan Pembeli Menggunakan Tingkat Tutur Sunda Sedang
Disini dapat diartikan bahwa dari faktor ke akraban, karena mereka sudah saling mengenal satu sama lain tidak hanya itu pembeli menggunakan bahasa Sunda sedang itu dikarenakan usia penjual setara dengan pembeli dan dari faktor bahasa daerah yang digunakn sama itu juga bisa mengakibatkan mereka akrab dan saling menghormati. 
(2) Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Sunda kasar  dan Pembeli Menggunakan Tingkat Tutur Sunda kasra
Disini dapat di artikan bahwa keduanya tidak mempunyai rasa segan karena keduanya sudah saling mengenal atau akrab dan memiliki bahasa daerah yang sama sehingga keduanya menggunakan bahasa Sunda kasar dalam berinteraksi dan juga disebabkan faktor umur yang masih sebaya.
(3) Penjual Menggunakan Tingkat Tutur Sunda sedang dan Pembeli Menggunakan Tingkat Tutur Sunda kasar
Disini dapat diartikan bahwa penjual menggunaka tingkat tutur Sunda sedang itu dikarenakan faktor usia karena penjual menghormati pembeli yang umurnya lebih tua. Dan pembeli menggunakan tingkat tutur Sunda kasar karena merasa dirinya usianya lebih tua dari penjual.

4. Register Jual Beli Kambing
Register jual beli kambing disini mencakup harga dalam bahasa Sunda dan Jawa, jenis kambing, keunggulan kambing. Tetapi dalam registerini yang paling banyak yaitu harga yang berupa bilangan.

B.     Saran
Untuk penelitian-penelitian selajutnya diharapkan mampu mengembangkan lebih lengkap lagi tentang bentuk - bentuk kebahasaan  tidak hanya ciri ragam bahasa saja akan tetapi agar mampu mengembangkan tentang kata, kalimat, frasa dan klausa yang ditemukan dalam suatu tuturan.


DAFTAR PUSTAKA

 
 



Aslinda dan Leni Safyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.

Budi, Mawar Setiyo. “Ragam Bahasa Komunikasi Jual Beli Sandang di Pasar Kota Banjar Negara “; Kajian Sosiolinguistik. Skripsi. Purwokerto: Universitas Muhamadiah Purwokerto. 

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta.

Gunardi Gugun dan Idat Abdulwahid. 1996. Undak Usuk dan Dampaknya dalam Berperilaku Bahasa Sunda. Jakarata: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Haliday dan Ruqoiya Hasan. 1994. Bahasa kontek dan teks,aspek-aspek dalam pandangan semiotik sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

_________ . 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Jajasudarma, Fatimah, 1993. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : ERESCO.

Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah.

Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Garafindo Persada.

Nababan. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta. Granedia pustaka utama.
  
Nugroho, Eko. 2004. “Ragam Bahasa Transaksi Jual Beli Sapi di Pasar Petambakan Kecamatan Madukara Banjar Negara”. Skripsi. Purwokerto: Universitas Muhamadiah Purwokerto. 

Pateda, Mansur.1992. Sosiolinguistik. Bandung  Angkasa.

Pomiati, Septiaji. 2001. “Ragam Bahasa Transaksi Jual Beli Daging  Sapi di Pasar Pagi Pemalang Kajian Sosiolinguistik “.Skripsi. Purwokerto: Universitas Muhamadiah Purwokerto. 
95
 
 
Purwadi, dkk.2005. Tata Bahasa Jawa. Yogyakarta : Media Abadi.

Soeparno.2002. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Suharsono. 2003. Register Tawar Menawar pada Warung Penjaja Buah-buahan Yogyakarta: Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia (PIBSI) XXV.

Sumarsono dan Paina Partana.2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Swasta, Basu. l996. Azas-Azas Marketing. Yogyakarta: Liberti Yogyakarta.

Uchjana, Onong dan Effendi. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.